"PRIMA DALAM PELAYANAN, PRIMA DALAM PENAMPILAN DAN PRIMA DALAM PRESTASI" Pusat Informasi Dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) SMA N 2 WONOSARI YOGJAKARTA

Minggu, 21 Februari 2010

PERCAYA DIRI
( Rinawati, S.Pd )

A. Permasalahan : Sebagian orang Cenderung merasa kurang PD, kenapa?

1. Penampilan

Orang cenderung kurang PD karena merasa bahwa penampilan ( fisiknya )nya “kurang pas “ pada lingkungan dimana ybs harus tampil.

2. Wawasan

Orang cenderung kurang PD karena merasa bahwa orang tersebut kurang memiliki wawasan yang relevan di lingkungan dma ybs harus tampil.

3. Niatan

Orang cenderung kurang PD apabila niatan untuk menghadapi orang lain berada di posisi yang tidak diuntungkan, misalnya mau pinjam uang.



B. Pembahasan

1. Penampilan fisik seseorang memang penting, tapi tidak semua orang menilai orang lain didasarkan pada penampilan fisik semata, sehingga ada pepatah Don’t justify the book from the cover. Demikian juga halnya, dalam ceramah dikatakan jangan lihat siapa yang berbicara, tapi dengarlah apa yang dibicarakan, karena kebenaran hakiki sering muncul dari orang-orang yang terzolimi, suara rakyat adalah suara Tuhan.

2. Wawasan dan pemahaman terhadap suatu permasalahan di salah satu bidang atau topic tertentu perlu didalami, terkadang orang cenderung under-istimate terhadap diri sendiri.Ingatlah bahwa semua ilmu pengetahuan itu pasti ada manfaatnya, maka ketahuilah. Apabila air lautan di bumi ini dijadikan tinta maka tidak akan cukup untuk menuliskan ilmu pengetahuan yang Tuhan ciptakan.

3. Terkadang sikap ragu mendadak muncul ketika kita akan melakukan sesuatu. Cobalah kita ingat dengan cermat, keraguan muncul apabila tindakan yang akan kita lakukan itu mengandung “resiko” bagi kita. Lebih lanjut terkait dengan resiko, “interest” ( yang negative ) dari seorang berkorelasi positif dengan resiko. Dasar niatan positif syukur dilandasi dengan dasar Lillahita’ala, insya Alloh semuanya aman tertib, lancar, dan sukses.



C. Kesimpulan

1. Penampilan fisik menjadi tidak begitu penting apabila kita mampu menghasilkan sesuatu yang berkualitas, ingat seorang seniman dengan penampilan yang „seadanya“ mampu menciptakan sebuah simphony yang merdu, lukisan yang mempesona, dan atau patung yang menawan.

2. Minimalkan under-istimate terhadap diri kita, yakinkan diri bahwa dalam bidang tertentu kita tentu memiliki kelebihan dari mereka. Carilah pada diri masing-masing apa kelebihan itu dan pupuklah agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Itulah bekal sebaik-baiknya , bekal untuk meniti hidup.

3. Niat baik, niat membantu, niat memberi akan meminimalkan resiko yang tentu berdampak akan menghilangkan keraguan.



Dan pada akhirnya akan PD-lah kita. Ingatlah wahai remaja Penampilan itu memang penting, tapi bukan segala-galanya, yang terpenting adalah hasil yang anda capai.

Jumat, 19 Februari 2010

Lindungi Anak dari Zat Adiktif

Sabtu, 20 Februari 2010

03:20 WIB



Oleh Seto Mulyadi
Jutaan anak-anak di negeri ini sedang menunggu dengan harap-harap cemas. Akankah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Zat Adiktif bagi Kesehatan yang saat ini masih bermukim di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasalnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 (Pasal 116) oleh Menteri Kesehatan telah disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham), bulan lalu. Selanjutnya, Kementerian Hukum dan HAM tinggal mengundang kementerian terkait untuk pertemuan antarkementerian guna melakukan harmonisasi RPP tersebut dengan perundang-undangan lainnya, termasuk Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.
Akankah RPP tersebut berhasil sampai ke Istana untuk akhirnya bisa ditandatangani oleh Presiden? Apabila ya, ah, betapa bahagianya mereka.Dalam RPP ini, Pasal 10 dengan tegas menyatakan bahwa ”tembakau dan semua produk tembakau sebagai zat adiktif dilarang untuk diiklankan dan/atau dipromosikan di semua jenis media yang meliputi media luar ruang, media elektronik, media online, media cetak, media lainnya, dan di tempat penjualan”.
Lalu, dalam Pasal 11 juga dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi dan atau mengimpor produk tembakau ke wilayah Indonesia dilarang untuk menawarkan atau memberikan secara cuma-cuma produk tembakau, menggunakan logo dan atau merek rokok pada produk atau barang bukan rokok menjadi sponsor kegiatan lembaga atau perorangan dan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau kepada masyarakat.
Intinya, menurut RPP ini, semua iklan, promosi, dan sponsor rokok akan dilarang di segala jenis media. Ini tentu sangat penting bagi upaya perlindungan anak karena, menurut penelitian di berbagai negara, telah terbukti bahwa asap rokok mengandung racun yang berbahaya bagi anak- anak dan adanya korelasi serta hubungan kausalitas antara iklan rokok dan meningkatnya perokok anak-anak.
Iklan rokok yang mengasosiasikan perilaku merokok dengan citra keren, gaul, macho, setia kawan, dan kreatif telah membangun paradigma keliru dan menyesatkan bagi anak-anak dan remaja.

Tinggal Indonesia

Kita lihat, negara-negara bermartabat di berbagai penjuru dunia telah banyak yang melarang iklan rokok di media penyiaran sejak lama. Negara tetangga kita, Malaysia, telah melarang iklan rokok di televisi sejak tahun 1982 dan Brunei sejak tahun 1972. Sementara di Asia Tenggara hanya tinggal Indonesia dan Kamboja yang masih mengizinkan siaran iklan rokok di televisi.
Sebetulnya, menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, rokok sebagai produk yang mengandung tembakau, secara yuridis formal telah diakui sebagai zat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan masyarakat (Pasal 113 Ayat 2) dan oleh karenanya perlu pengaturan yang ketat sama seperti zat adiktif lainnya, seperti alkohol dan narkoba.
Dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 46 (3) huruf c juga sudah ditegaskan bahwa ”siaran iklan niaga dilarang untuk mempromosikan zat adiktif”. Oleh karena rokok sebagai produk tembakau tergolong zat adiktif, tentu tidak dapat diiklankan.
Larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok pun seiring sejalan dengan rencana Kementerian Kesehatan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di mana pada Pasal 13 diserukan kepada negara peserta untuk melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Menyadari ini semua, tentu diharapkan agar dalam pertemuan antarkementerian di Kementerian Hukum dan HAM pekan ini akan bisa memuluskan jalannya RPP untuk bisa segera disahkan oleh Presiden. Ini yang sangat diharapkan oleh para pemangku kepentingan perlindungan anak di seluruh Tanah Air.
Di balik adanya kekhawatiran intervensi industri rokok yang akan memobilisasi industri penyiaran, periklanan, entertainment, dan sebagainya untuk menolak pasal larangan menyeluruh iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam RPP tersebut, jutaan anak pun berharap-harap cemas menunggu RPP ini segera sampai ke Istana.
Di hati, mereka berbisik dengan lirih, ”Lindungi kami, Bapak/Ibu Menteri dan Bapak Presiden. Jangan lagi bunuh kami dengan asap rokok yang dibiarkan bebas mengotori negeri ini!”



Seto Mulyadi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak
Sumber Kompas,tgl 20 februari 2010

Kamis, 18 Februari 2010

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN PIK – KRR

“ SMADA PRIMA SEJAHTER “ SMA 2 WONOSARI

PEMBINA        :  DRS. WIDARNO, MM
PENGELOLA   : RINAWATI, S.Pd
PEMBIMBING : DRA. NURLAILY P
                           DRS. SATSU WIDODO
                           RINAWATI, S.Pd

A. Visi SMA 2 Wonosari

Mewujudkan SMA 2 sebagai Sekolah yang Prima dalam Penampilan, Pelayanan dan Prestasi pada Tahun pelajaran 2014/2015

B. Visi PIK – KRR Smada Prima Sejahtera

Mewujudkan pelayanan PIK-KRR Sma 2 Wonosari yang Prima untuk Membentuk Tegar Remaja SMA 2
C. Sejarah PIK – KRR SMA 2 Wonosari

PIK-KRR SMA 2 Wonosari terbentuk pada bulan Oktober 2005 dengan nama PKPR ( Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ) dilatar belakangi banyaknya remaja yang salah bergaul yaitu dengan melakukan hubungan sex sebelum nikah, Pengguna Narkoba yang semakin mengkhawatirkan dan Pengidap Penyakit HIV/AIDS yang semakin meningkat. Mengingat betapa rentannya remaja terhadap permasalahan tersebut, SMA 2 Wonosari yang mayoritas warganya terdiri dari remaja, merasa terpanggil dan ikut bertanggung jawab terhadap pemecahan permasalahan remaja, sehingga pada bulan Oktober 2005 dibuka Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR ) yang merupakan salah satu program UKS dalam ekstrakurikuler PMR dan Kader Kesehatan.

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) membuka layanan konsultasi meliputi :

- Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR)

- HIV/AIDS dan PMS ( Penyakit Menular Seksual )

- Napza

- Rokok dan Miras

- Tumbuh Kembang Remaja / Gizi

PKPR dipusatkan di Ruang UKS dan dilayani oleh Pembina PMR, anggota PMR/ Kader Kesehatan ( Konselor Sebaya ).

Pada bulan Juli 2007 PKPR berganti nama menjadi PIK-KRR sesuai dengan Program BKKBN.

Nama PIK-KRR SMA 2 Wonosari adalah :“ SMADA PRIMA SEJAHTERA “

Dengan nama ini diharapkan sekolah/ PIK-KRR dapat memberikan pelayanan prima kepada para siswa agar tegar dan kualitas hidupnya meningkat sehingga pada akhirnya dapat mencapai hidup sejahtera lahir maupun batin.
D. Pengelolaan PIK-KRR

1. Materi dan Isi Pesan
a. Triad KRR
Triad KRR ( Napza, HIV/AIDS dan Seksualitas ) adalah materi utama PIK-KRR.

b. Pendalaman Materi Triad KRR.
Pendalaman materi Triad KRR melalui latihan Kader Kesehatan, Penyuluhan KRR, bimbingan Konseling, penyediaan buku-buku pendukung berisi materi Triad KRR, mengakses internet yang ada di Sekolah maupun mengirimkan siswa untuk mengikuti sosialisasi PIK-KRR yang dilakukan oleh instansi terkait BKKBN , Dinas Kesehatan dan PKBI.

c. Pemahaman Hak-Hak Reproduksi
Siswa berhak tahu tentang hak-hak reproduksi dengan mengikuti pelatihan dan sosialisasi juga dengan mempelajari kompetensi-kompetensi dasar mata pelajaran yang terkait, misALNYA Biologi, Agama, PKn, Penjaskes dan sebagainya.

d.Kecakapan Hidup ( Life Skills )
Kecakapan hidup yang ditanamkan/diajarkan di Sekolah antara lain melalui pendidikan seni tsri, musik, seni rupa, pemanfaatan tanaman obat keluarga ( TOGA), pembuatan jamu tradisional, Kimia industri, serta melalui kegiatan ekstrakurikulerPMR, Kader Kesehatan , KIR, dan kepramukaan.

e.Ketrampilan Advokasi
Ketrampilan advokasi diperoleh melalui kegiatan Mading, lomba Poster Napza dan HIV/AIDS, menulis tujuh bahasa, serta diperdalam melalui kegiatan permainan kantong KRR, HIV /AIDS, Simulasi Narkoba dan lain-lain.

2. Kegiatan Yang Dilaksanakan.
a. Sosialisasi KRR melalui Mata Pelajaran.
Semua guru berkewajiban untuk menjadi nara sumber bagi siswa yang memerlukan pendampingan dan pelayanan KRR.

b. Perawatan Kebersihan Pribadi
Agar siswa terhindar dari masalah KRR, maka di Sekolah digalakkan perawatan kebersihan diri, terutama kebersihan alat reproduksi.

c. Pembinaan warung Sekolah
Kantin di Sekolah tidak boleh menjual narkoba, rokok, miras dan sejenisnya.

d. Mading KRR / Poster KRR
Untuk meningkatkatkan kreativitas dan apresiasi seni di bidang KRR, Sekolah mengadakan lomba Mading KRR baik berbahasa Indonesia maupun Inggris serta diadakan lomba Poster KRR antar kelas.

e. Sidak Kelas
Inspeksi Mendadak di kelas dilaksanakan untuk menekan pelanggaran siswa terhadap kedisiplinan dan aturan-aturan yang ada di Sekolah. Sidak meliputi Napza, Rokok, Miras, gambar porno, HP dan lain-lain. Petugas sidak adalah Tim Anti Narkoba SMA 2 bekerjasama dengan kepolisian dan dilaksanakan 1 bulan sekali atau bila diperlukan.

f. Sadari ( Periksa Payudara Sendiri ).
Dalam rangka mengetahui secara dini kanker payudara bagi guru dan siswa putrid, diadakan latihan pemeriksaan payudara sendiri yang dipandu oleh Kader Kesehatan SMA 2 yang terlatih dan dipantau oleh dokter dari Puskesmas Wonosari 2

g.Pelatihan Kader Kesehatan.
Kader Kesehatan SMA 2 Wonosari adalah sebagai ujung tombak PIK-KRR sangat berperan dalam pelayanan kesehatan bagi warga SMA 2 dan lingkungan desa binaan. Oleh sebab itu demi terbentuk kader kesehatan dan konselor sebaya yang handal dan terlatih, maka perlu diadakan pelatihan kader kesehatan. SMA 2 Wonosari pada saat ini mempunyai 40 kader kesehatan yang sekaligus merupakan konselor sebaya.

h. Pengabdian Kader Kesehatan kepada Masyarakat sekitar
Untuk melatih kader kesehatan melayani langsung ke masyarakat, maka setiap kadern kesehatan ikut dalam kegiatan Pos Yandu Balita Dusun Trimulyo 2 yang diadakan setiap tanggal 22, dan Pos Yandu Lansia Desa Kepek yang dilaksanakan tanggal 24.

i. Penanaman TOGA dan Pembuatan Jamu Tradisional.
Penggunaan obat tradisional merupakan alternative pengobatan tradisional dan boleh dikata mempunyai efek samping yang ringan, sehingga di SMA 2 dilaksanakan budidaya tanaman obat yang dari Pembibitan, penanaman, perawatan dan pengolahannya dilakukan oleh siswa.j. Donor Darah.

Untuk meningkatkan kepedulian siswa terhadap sesame dan menumbuhkan jiwa social yang tinggi, setiap tanggal 1 April bertepatan dengan HUT SMA 2 Wonosari bekerja sama dengan PMI Cabang Gunungkidul mengadakan aksi donor darah yang diikuti guru, karyawan dan siswa SMA 2 dan rata-rata diikuti 50 orang.

k.Penyuluhan Napza,HIV/AIDS, KRR, Kadarkum dan lain-lain.
Untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap kelangsungan hidup generasi muda, maka SMA 2 Wonosari mengadakan penyuluhan Napza, KRR, HIV/AIDS dan lain-lain diikuti oleh siswa SMA 2 dan Karang Taruna desa Kepek. Nara sumber pada kegiatan ini adalah dai Kepolisian, Dinas Kesehatan, BKKBN, PKBI, dan LSM lain yang terkait.



l. Pemeriksaan Kesehatan Siswa ( Secrening Kesehatan ).
Demi menjaga kesehatan warga Sekolah dan sebagai upayaSekolah mempersiapkan generasi penerus yang sehat, maka sekolah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dalam hal ini Puskesmas Wonosari II mengadakan pemeriksaan kesehatan siswa baru ( klas X ), yang meliputi kesehatan umum, gigi, mata, THT, gizi dan pemeriksaan urine.m. Papsmer.

Untuk mengantisipasi kanker leher rahim, Darma Wanita SMA 2 Wonosari mengadakan kegiatan Papsmer bekerja sama dengan Puskesmas Wonosari II.

n. Dokter Jaga
Demi meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap warga Sekolah, setiap hari Sabtu ada dokter dan paramedis dari Puskesmas Wonosari II yang jaga di UKS SMA 2 Wonosari.

o. Pelayanan PIK-KRR

PIK-KRR adalah merupakan wadah yang memberikan layanan konsultasi meliputi : Napza, Rokok, Miras, Kesehatan Reproduksi Remaja, Tumbuh kembang Remaja, PMS dan HIV/AIDS serta gizi remaja.

Tempat konsultasi di Ruang UKS dan Ruang BK yang dilayani oleh dokter jaga, guru BK, Pembina PIK-KRR dan Konselor sebaya.

Adapun metode konsultasi melalui :

- Tatap muka langsung baik kelompok maupun individu.

- SMS atau telepon

- Buku Konsultasi KRR

p. Forum Group Diskusi dan Bedah Buku

Forum Group Diskusi merupakan bentuk pemecahan masalah kesehatan dan KRR serta untuk menambah wawasan bagi siswa SMA 2 Wonosari dalam memecahkan masalah yang dihadapi sendiri maupun orang lain dilingkungannya. Diskusi diikuti oleh siswa-siswa yang bersangkutan dengan masalah yang dihadapi misalnya : Rokok, PMS, HIV/AIDS dan masalah remaja pada umumnya.

q. Pelayanan KRR melalui Pembinaan Kesehatan Mental.

Benteng yang paling kokoh dalam menghadapi masalah KRR adalah Mental dan agama yang baik. Pelayanan KRR melalui Pembinaan Kesehatan mental melalui kegiatan:

- Kelompok Amaliah Remaja ( KAR )

- Pengajian Bulanan

- Peningkatan Ketaqwaan

- ESQ ( Emotional and Spiritual Quotion )

- Kegiatan Gladi Mental dan Ziarah Rokhani

- Week-End Mental dan Rokhani siswa-siswi beragama katolik

- Retreat Kepemimpinan Rokhani agama Kristen.



r. Pembentukan TIM Anti Narkoba dan Miras

Generasi Muda adalah harapan bangsa. Untuk mewujudkan generasi muda yang sehat fisik, mental, dan social terhindar pengaruh buruk dari penggunaan Narkoba dan Miras, maka bekerjasama dengan BNK dan Polres Gunungkidul, SMA 2 Wonosari membentuk TIM Anti Narkoba dan Miras.

Perempuan dan HIV-AIDS

Oleh Siti Fathimatuz Zahroh
[Pemerhati Gender, Alumnus Poltekes Negeri Yogyakarta]

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pembukaan Konferensi Internasional AIDS Asia Pasifik ke IX di Bali (9-13 Agustus 2009), menyatakan bahwa epidemi global HIV-AIDS merupakan salah satu tantangan abad ini selain terorisme dan perubahan iklim. Jika tidak segera ditanggulangi, kata SBY, AIDS akan menyebabkan hilangnya satu generasi mendatang.
Di Indonesia, sejak ditemukan pertama kalinya 1987 di Bali, jumlah kasus HIV-AIDS meningkat cepat. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan hingga 31 Desember 2008, secara kumulatif terdapat 16.110 kasus yang diperoleh dari laporan 32 provinsi dan 214 kabupaten/kota. Sementara menurut data terbaru Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL) kasus HIV-AIDS telah mencapai 26.632, atau meningkat tiga kali selama tiga tahun terakhir. Uniknya, hampir separuh lebih (57 persen) penyakit itu diderita kaum perempuan.
Situasi ini tentunya sangat memprihatinkan. Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa kaum perempuan yang lebih banyak terserang HIV-AIDS? Langkah apa saja yang sebaiknya dilakukan pemerintah guna menekan laju penularan penyakit itu?

Pandangan Keliru
Memang pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Tetapi persoalan HIV-AIDS belum menduduki prioritas baik di kalangan eksekutif, legislatif, maupun masyarakat.
Di sisi lain, dalam masyarakat kita telah berkembang cara pandang yang kenyataanya tidak menjadi solusi untuk mencegah ancaman HIV dan AIDS, bahkan sebaliknya cenderung memperburuk masalah. Pertama, adanya pandangan yang menempatkan HIV-AIDS hanya masalah mereka yang berperilaku seks menyimpang atau terkait “tidak bermoral”, “pendosa”, dan sebagainya.
Kedua, pandangan tentang ibu rumah tangga atau perempuan “baik-baik” tidak akan tertular HIV-AIDS, ditambah kuatnya resistensi terhadap kampanye penggunaan kondom, serta pandangan bahwa KB hanya urusan perempuan, turut menyumbang kompleksnya penanggulangan HIV-AIDS. Dan ketiga, ketidakadilan gender yang dialami perempuan, mengakibatkan mereka dianggap tidak perlu mengetahui hak-hak, termasuk seksualitas dan kesehatan reproduksi, serta kerentanan terhadap HIV-AIDS.
Menurut Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI, 2008), perempuan terserang HIV-AIDS kebanyakan tidak mengetahui hak-haknya sehingga mereka tidak mendapat kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak; termasuk pelayanan kesehatan untuk diri sendiri dan anak mereka. Selain itu, mereka juga tidak mengetahui informasi tepat mengenai kesehatan perempuan, termasuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, serta tidak mempunyai pekerjaan layak yang dapat menjamin kehidupan, termasuk bagi anak-anak mereka.
Bagi remaja perempuan, persoalan HIV-AIDS lebih rumit lagi. Selain rentan terinfeksi, mereka juga menghadapi tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seksual dini, kekerasan dan eksploitasi seksual yang disebabkan kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis. Mereka yang mengalami kekerasan seksual itu, umumnya akan kehilangan harga diri dan perasaan kendali atas kehidupan, sehingga meningkatkan risiko penyalahgunaan NAPZA, hubungan seksual lebih dini, dan berganti-ganti pasangan.

Langkah Kongkrit
Tampaknya, persoalan penyakit HIV-AIDS bukan sudah sangat memprihatinkan. Maka, upaya penanggulangan penyakit itu bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata. Tetapi, semua pihak harus menyadari bahwa penyakit itu merupakan persoalan bangsa yang harus diselesaikan secara bersama-sama, holistik, dan berkesinambungan. Singkatnya, segenap elemen bangsa harus bersatu-padu dan menjadikan penyakit itu sebagai musuh bersama.
Perspektif gender perlu diintegrasikan atau harus diutamakan dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS. Hal ini meliputi aspek pemberdayaan perempuan, di mana perempuan diberdayakan untuk mengetahui hak dan informasi mengenai kesehatan perempuan termasuk pencegahan penularan HIV-AIDS dari ibu ke anak, sehingga mendapat kesempatan untuk pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pekerjaan yang layak, agar dapat memperkuat ketahanan keluarga.
Karena penanggulangan HIV-AIDS begitu kompleks, maka diperlukan upaya dan kerja sama lintas dimensi dan sektor. Oleh karena itu membatasi HIV-AIDS sebagai masalah kesehatan semata, merupakan langkah yang kurang strategis.
Secara kongkrit, pemerintah sebagai pemegang kebijakan (policy maker), harus mengambil tindakan secara intensif melalui strategi nasional yang melibatkan para stakeholder dan masyarakat sampai tingkat desa. Selain itu Peraturan daerah yang lebih bersifat lokal diperlukan guna menjawab kebutuhan praktis dan strategis masyarakat; menjamin adanya program dan anggaran yang tepat kelompok sasaran, dan memastikan pencegahan/penanggulangan HIV-AIDS di daerah sudah/belum dirasakan oleh masyarakat.
Pemerintah juga perlu melakukan langkah-langkah urgen seperti: Pertama, memberikan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat yang bisa dilakukan melalui sekolah, forum-forum kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Penyuluhan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang meyakinkan mengenai bahaya yang ditimbulkan HIV-AIDS. Singkatnya, melalui penyuluhan itu para pelajar dan pemuda pada umumnya, dibekali ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara menghindari, atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena HIV-AIDS.
Kedua, memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang. Misalnya dengan menyediakan fasilitas konseling dan testing HIV dimana identitas penderita dirahasiakan atau dilakukan secara anonimus serta menyediakan tempat-tempat untuk melakukan pemeriksaan darah. Ini tentunya memerlukan kerjasama dengan semua pihak, baik dengan instansi pemerintah sendiri maupun instansi milik swasta.
Ketiga, sejak awal kehamilan kaum wanita disarankan untuk melakukan tes HIV, sebagai kegiatan rutin dari standart perawatan kehamilan. Jika hendak melakukan transfusi darah, dokter harus melihat kondisi pasien dengan teliti apakah ada indikasi medis untuk transfusi atau tidak. Langkah-langkah sebagaimana disebutkan, harus segera direalisasikan. Harapannya, tidak semakin banyak kaum perempuan menjadi korban keganasan HIV-AIDS. Semoga.[]

Rabu, 17 Februari 2010

masa subur